Jumat, 19 Februari 2010

KERAJINAN BATOK KELAPA

kerajinan batok kelapa
BATOK atau tempurung kelapa sepintas hanyalah sebuah sampah yang mungkin tidak berarti bagi sebagian orang. Padahal ditangani oleh tangan kreatif, batok kelapa bisa berganti rupa menjadi karya seni kerajinan yang bisa menjadi peluang usaha.

Adalah Senin (59) warga RT 04 RW 04 Dusun Cilalung, Desa Kejawang, Kecamatan Sruweng, Kebumen yang bisa mengolah batok kepala menjadi sejumlah kerajinan. Dari batok kelapa yang melimpah ruah di Kabupaten Kebumen, ia bisa mengolahnya menjadi sejumlah kerajinan seperti alat rumah tangga, semisal gelas, mangkok, siwur, irus, hingga aksesoris lainnya.

Sejak 30 tahun lalu, pria yang memiliki lima orang anak itu sudah menekuni kerajinan tangan tersebut. Berbekal coba-coba, akhirnya dia berani membuat berbagai macam kerajinan dari batok kelapa. Hingga saat ini, pria paruh baya itu pun masih bertahan menghidupi keluarganya dengan batok kelapa. Ia pun ingin mengembangkan kerajinan yang selama ini menjadi tumpuan ekonomi keluarga.

Secara umum, proses pembuatan kerajinan batok kelapa oleh Senin masih bisa terbilang sangat sederhana. Peralatan yang digunakan pun masih tradisional. Namun garapan yang dihasilkan relatif cukup halus. Dengan sedikit sentuhan seni lagi, tidak mustahil kerajinan itu bisa tembus ke pasar mancanegara bersaing dengan kerajinan serupa dari Bali maupun Yogyakarta.

Dengan dibantu oleh anaknya, dalam sehari Senin mampu menghasilkan sebanyak satu kodi atau 20 biji kerajinan. Hasil kerajinan itu dipasarkan hingga Bandung dan Jakarta. Oleh para pengepul produk kerajinan itu dipasarkan di supermarket dan sebagian digunakan untuk hotel.

Masih terbatasnya jaringan yang dimilikinya, membuat produk kerajinan batok kelapa milik Senin hanya dijual kepada pengepul dengan harga yang relatif murah. Untuk siwur dengan gagang kayu kelapa dijual dengan harga Rp 4.000 per biji, sedangkan untuk gagang memakai kayu mlinjo harganya lebih murah yakni Rp 3.000 per biji. Sedangkan harga gelas dari batok kelapa Rp 4000/biji, irus Rp 2.500 per biji.

"Saya juga membuat siwur dengan gagang dari bambu untuk dipasarkan di lokal Kebumen," ujar Senin rumahnya, kemarin.


Kepala Desa Kejawang Wahyu Utomo, ada beberapa perajin yang mengolah tempurung kepala menjadi berbagai kerajinan. Namun dia mengakui masih perlu ada pendampingan dari pemerintah agar hasil kerajinan batok kelapa yang dibuat warganya bisa bersaing dan memiliki nilai jual yang tinggi.

Dia optimis kerajinan batok kelapa masih potensial untuk meningkatkan kesejahteraan warganya. Mengingat bahan baku yang dibutuhkan untuk membuat kerajianan cukup mudah untuk didapatkan di Kebumen. Sehingga kerajinan batok kepala tidak mengalami kekurangan bahan baku.

"Apalagi saat ini banyak rumah makan, restoran dan hotel yang tertarik pada perabotan makan dari batok kelapa. Misalnya sendok kuwah, sendok nasi dan lainnya karena alami dan disukai konsumen," ujarnya.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar